Diskursus Dada pada De Stijl
Mengenal buah tropis mungkin bisa dimulai dengan mengupas durian, meneliti daging dan bijinya, mencicipinya, serta mengolahnya. Memahami aliran seni Dada mungkin juga bisa diupayakan dengan mempelajari riwayat seni seorang Marcel Duchamp. Duchamp seringkali diasosiasikan dengan aliran seni Dada, mungkin juga Cubism, Surrealism, dan Conceptual Art, meski tak pula ia mengklaim salah satunya (kecuali di akhir masa tuanya, ia disebut pernah mengiyakan kontribusi aliran Dada dalam karyanya). Duchamp dikenal dengan eksplorasinya dalam membuat karya konseptual yang berasal dari benda jadi atau media campuran, mulai dari karya yang paling terkenal dan fenomenal, Fountain (1917) hingga Priere de Toucher (1947). Karakter Duchamp dalam berkarya dikenal dengan penolakannya atas keindahan yang semata-mata bersifat visual (sesuatu yang ia sebut dengan “retinal pleasure”). Ia justru lebih sering mempertanyakan kembali tentang seni dan keindahan, tentang kualitas dan keterampilan seperti apa yang dibutuhkan untuk seorang seniman menciptakan karya seni. Duchamp memang sering seolah tampak tersulut oleh fenomena yang menggelitik idealismenya. Maka mungkin itulah mengapa lewat karya-karyanya, tidak hanya soal seni, Duchamp kerap menunjukkan humor dan sarkasme yang memicu pertanyaan-pertanyaan tentang standar dan isu yang ada serta berkembang dalam masyarakat.
Kemudian, dunia seni rupa kita juga memiliki Piet Mondrian, seorang pelukis anyar perintis aliran De Stijl yang karyanya begitu ikonis. Representasi grafis oleh Mondrian memang dikenal dengan karakternya yang sangat sederhana dan mendasar hingga berkisar pada elemen warna dan garis dengan komposisi horizontal dan vertikal sebagai penjelmaan positif dan negatif, maskulin dan feminin, dinamis dan statis. Abstraksi Mondrian dan aliran De Stijl yang menunjukkan simplifikasi pilihan warna pada umumnya dianggap memegang peran penting dalam terbukanya dunia baru bagi seni modern, memberi visi dan skema baru pada abstrak murni dan harmoni yang universal. Melalui karya-karya Mondrian, sedikit banyak kita bisa memahami logika dan struktur yang kental terasa pada aliran De Stijl.
Aliran-aliran ini memiliki prinsip yang kontras, memanggil hasrat saya untuk mencoba mengawinkan keduanya. De Stijl sebagai aliran yang begitu murni dan sederhana dalam hal representasi rasanya ingin sekali saya pertemukan dengan Dada, gaya yang seperti selalu meledak-ledak dan hampir tak bisa ditebak. Untuk mempelajari keduanya, saya memilih beberapa karya dari Duchamp dan Mondrian sebagai acuan studi dan eksperimen saya. Karya-karya tersebut oleh Duchamp ialah L.H.O.O.Q. (1919), Fountain (1917), The Bride Stripped Bare by Her Bachelors, Even, or The Large Glass (1915-1923), Box in a Suitcase (1935-1941). Sedangkan oleh Mondrian, saya memilih Composition with Red, Yellow, Blue, and Black (1921).

Box in The Suitcase., Marcel Duchamp, 1935-41

Composition in Red, Yellow, Blue, and Black, Piet Mondrian, 1921
Dalam melakukan eksperimen, saya mencoba membuat ulang karya De Stijl dari Mondrian dengan gaya Dada oleh Duchamp. Mengadopsi metode yang dilakukan Duchamp kepada lukisan Monalisa oleh Leonardo da Vinci saat membuat karyanya, L.H.O.O.Q., saya memilah elemen grafis yang menjadi variabel tetap dalam mereplika karya Mondrian. Karena elemen yang paling jelas dari karya komposisi Mondrian adalah garis dan warna, maka itulah yang saya jadikan dasar pembuatan ulang karyanya. Dengan demikian, premis dari reka ulang ini disimpulkan dengan komposisi serta proporsi garis dan warna yang menyerupai karya Mondrian.

L.H.O.O.Q., Marcel Duchamp, 1919
Proses yang menarik adalah menerjemahkan teknik yang digunakan Duchamp untuk mewujudkan reka ulang karya ini. Untuk menemukannya, saya mencoba mengambil referensi dari beberapa karya Duchamp yang telah saya sebutkan sebelumnya. Sintesis yang saya dapatkan, jika bisa dianggap mewakili, adalah spontanitas dan keliaran Duchamp dalam memilih objek dan mengomposisikannya. Dalam hal ini, saya menyorot Duchamp sebagai seniman yang dikenal dengan ciri khasnya menggunakan barang jadi atau readymades. Menurut riwayatnya, Duchamp cenderung menolak cara pandang karya seni dari dua dimensi, dari kerataan suatu bidang yang dianggapnya menjebak kita dalam kebosanan. Terbukti dari karya-karyanya, Duchamp seperti selalu mencoba membuka kemungkinan baru dalam memandang sebuah karya, baik dari objek yang ditampilkannya, cara ia menampilkannya, hingga cara yang disediakan untuk penonton menikmatinya. Kualitas inilah yang saya coba hadirkan kembali pada eksperimen saya.
Tapi, perlu diingat bahwa di satu sisi saya masih memiliki tanggungan yang tak bisa diingkari; menciptakan kembali komposisi persis dari karya Mondrian. Jika dibayangkan, mungkin seorang Duchamp tidak akan pernah dengan sengaja memerangkap dirinya sendiri dalam kotak-kotak di bidang dua dimensi dengan warna-warna yang itu-itu saja. Sebelum sampai kepada hasil studi yang saya serahkan sebagai akhir dari eksperimen, saya sempat mencoba beberapa cara dalam menyampaikan teknik khas seorang Duchamp dalam menampilkan karyanya. Salah satunya, saya mencoba mengomposisikan objek-objek yang mewakili warna-warna dalam karya Mondrian di luar bidang kanvas yang tersedia. Saya ingin menggambarkan penolakan Duchamp untuk membatasi ruang pandang dalam kanvas dengan ukuran 50x60cm yang saya gunakan.
Namun, cara tersebut saya rasa kurang memiliki dasar yang kuat untuk juga bisa mereplika sikap berkesenian Duchamp. Lagi-lagi mengadopsi sikapnya mengejek Monalisa lewat L.H.O.O.Q., akhirnya saya memilih membiarkan jiwa Duchamp untuk dipaksa tunduk pada komposisi Mondrian. Justru, serangan balik kepada aturan komposisi Mondrian saya lancarkan melalui teknik pembuatan karya. Pada karyanya, abstraksi seorang Mondrian (meski mungkin didahului dengan pertimbangan pelik yang tidak sempat saya ungkap) menginginkan penonton untuk melihat warna merah di dalam kotak tertentu, warna kuning di kotak-kotak lainnya, begitu pula warna hitam dan biru melalui bidang dua dimensi. Seperti ia memindahkan lansekap pada latar belakang dan sosok wanita dari Monalisa ke dalam L.H.O.O.Q., Duchamp tidak menolak. Merah yang ia sediakan tetap merah, kuning tetap kuning, biru tetap biru, hitam tetap hitam. Tapi, tentu dengan cara yang tidak biasa. Merah, kuning, biru, dan hitam yang disediakan Duchamp harus lebih bercerita, karena dimensi dan komposisi yang mengekangnya harus dibantah untuk menyatakan kemungkinan yang lebih banyak dalam memandang intrik dalam sebuah karya.

Eksplorasi

Eksplorasi
Dalam merekonstruksi karya ini, saya mematuhi aturan untuk menggunakan barang yang saya miliki dan temukan di rumah, tanpa mengurangi substansi yang menyusun wujud fisiknya (seperti menyobek, memotong, dsb). Saya memilih objek-objek yang kurang lebih bisa dikategorikan sebagai barang jadi, baik telah habis guna maupun tidak, untuk saya komposisikan sesuai variabel tetap yang telah disadur dari karya Mondrian. Saya pun mengiyakan bidang dua dimensi yang digunakan Mondrian untuk turut menjadi acuan dalam eksperimen ini. Hasil yang menyimpulkan reka ulang ini ialah komposisi benda jadi dalam kerangka kerja Composition in Red, Yellow, Blue, and Black.
Mungkin ekstraksi kualitas dari Duchamp dan Mondrian yang saya tampilkan pada studi ini terlampau banyak menempuh proses reduksi yang menyebabkan ketidakmampuan hasil untuk mewujudkan nilai pokok dari kedua aliran secara menyeluruh. Tapi, saya harap rekonstruksi ini bisa cukup memberikan gambaran yang, bila tidak tepat, cukup mewakili ide dari Dada dan De Stijl serta karakter dari Duchamp dan Mondrian.
References
Lebel, R. (2017, December 26). Marcel Duchamp. (Encyclopædia Britannica, Inc.) Retrieved from Encyclopædia Britannica: www.britannica.com/biography/Marcel-Duchamp.
Marcel Duchamp Biography, Art, and Analysis of Works. (n.d.). Retrieved from The Art Story: www.theartstory.org/artist-duchamp-marcel-artworks.htm.
MoMAVideos. (2017, April 20). HOW TO SEE "Readymades" with MoMA Curator Ann Temkin. Retrieved from Youtube: www.youtube.com/watch?v=tqySnbbyB2U
Piet Mondrian Biography, Art, and Analysis of Works. (n.d.). Retrieved from The Art Story: www.theartstory.org/artist-mondrian-piet-artworks.htm.