Modernisme dalam Perkembangan Arsitektur
Berkembangnya kehidupan kota setelah Revolusi Industri merupakan akar dari munculnya kehidupan modern. Dengan segala hasil kemajuan teknologi yang ada, kehidupan kota memiliki perbedaan dari beragam aspek dibandingkan dengan kehidupan desa. Teknologi memunculkan peluang bagi kebutuhan-kebutuhan yang lebih kompleks untuk masyarakat kota. Laju kehidupan yang kian semakin cepat di kota bertolak belakang dengan keadaan di desa yang cenderung lambat dan lebih sederhana.

Potongan gambar dari film "Metropolis" (1927) oleh Fritz Lang, menggambarkan kejayaan revolusi industri dan sisi gelapnya dalam melesukan masyarakat kota.
Kehidupan di metropolis atau kota metropolitan mengubah cara pandang manusia akan kesehariannya. Segala hal menjadi lebih dimaknai dan diperhitungkan nilai ekonomisnya. Dalam taraf ini, kehidupan ekonomi pun tak lagi terpaut dengan kehidupan sosial. Menurut Georg Simmel pada tulisannya yang berjudul "The Metropolis and Mental Life", kehidupan ekonomi di kota metropolitan justru memungkinkan untuk dijalankan terpisah dengan kehidupan sosial. Hubungan antara penjual dengan pembeli tak lagi personal seperti halnya di desa. Hal ini menunjukkan bahwa ada pergeseran nilai dalam kehidupan kota yang mencerminkan modernisme. Pengaruhnya tidak sebatas terlihat pada perjuangan di kelas ekonomi, tapi juga dalam mempertahankan hubungan sosial antar penduduknya. Maka hidup di kota metropolitan pun berarti menimbulkan situasi yang lebih selektif, tak hanya dari segi ekonomis tapi juga psikologis penduduknya.
Pada kurun waktu yang sama, keterbukaan terhadap penemuan-penemuan baru yang bisa didapat melalui eksperimen dan eksplorasi teknologi memunculkan pola pikir baru pada bidang-bidang lain, salah satunya seni dan teknik. Masyarakat yang sudah terpapar oleh teknologi tak terhindarkan dari optimisme akan inovasi serta gebrakan-gebrakan baru. Hal inilah yang menjadi prinsip dari adanya pemahaman tentang avant-garde atau garda terdepan yang merupakan golongan yang dianggap lebih dulu dan paling terkini dalam menghasilkan pembaruan.
Contoh ekstrim dari pemahaman tentang avant-garde terbaca pada "The Foundation and Manifesto of Futurism" yang ditulis oleh Filippo Tommaso Marinetti pada tahun 1909. Tak hanya percaya pada kemampuan bangsanya (bangsa Italia) untuk menghadirkan penemuan-penemuan dunia baru, Marinetti secara keras menentang usaha-usaha untuk berpegang pada sejarah, untuk melihat, bahkan ‘mencari inspirasi’ kepada masa lampau sekalipun. Baginya, bersandar pada apa yang telah dihasilkan di masa lalu adalah wujud keterbelakangan dan keterpurukan. Dengan berapi-api, Marinetti meyakinkan bahwa meski dengan kekerasan sekalipun, semangat untuk terus menjadi yang terdepan dalam pembaruan tak boleh mati. Sebab dengan paham nasionalisnya yang tinggi, menurut Marinetti golongannya adalah pemuda-pemuda, jika mereka mati sekalipun, akan diganti dan perjuangannya diteruskan oleh pemuda yang baru.
Tersirat serta tersurat pula pada tulisan Marinetti tentang adanya pemaknaan kehidupan modern sebagai dunia yang baru saja dimulai. Masih dengan seruan yang terdengar ambisius, ia menunjukkan betapa banyak ruang-ruang baru yang mungkin terbuka dengan keadaan teknologi yang sedemikian pesat berkembang kecanggihannya saat itu. Teknologi digambarkannya memperdekat jarak kematian dalam keseharian manusia, tapi di sisi lain juga mampu mengelabuinya. Dengan orientasi kepada masa depan dan kemajuan ilmu pengetahuan, baginya masyarakat modern atau futuris harus mampu menyesuaikan diri dengan resiko semacam ini dan menghilangkan rasa gentar untuk mencoba hal baru.
Merefleksikan pandangan tentang kehidupan modern pada ranah arsitektur, di masa yang sama terjadi pula upaya-upaya untuk menemukan arsitektur yang sepadan dengan apa yang dianggap modern atau terkini saat itu. Imbasnya, awal abad ke-20 menjadi mula bagi berkembangnya gaya arsitektur yang tidak lagi secara jelas berkiblat pada arsitektur klasik dan tradisional. Desainer dari segala penjuru (terutama Eropa dan Amerika) berlomba-lomba dalam mendefinisikan apa yang menjadi modern bagi masanya.
Hampir sejalan dengan berkembangnya gerakan-gerakan seni, arsitektur yang tak luput dari dunia desain juga mengalami percabangan dan perkembangan aliran. Sebagai contoh, paham modernisme berkembang di Chicago School of Architecture, New York School of Skyscraper Architecture, kemudian di Bauhaus Design School. Sekolah dan akademi ini hanyalah merupakan institusi yang menjadi wadah berkembangnya seniman, desainer serta arsitek era modern untuk berkompetisi menemukan inovasi desain terbaru dan menjadi yang terdepan pada masa itu. Contoh lainnya adalah gerakan avant-garde De Stijl, digagas oleh sekelompok seniman Eropa yang secara terang-terangan menyatakan pemberontakan bagi desain terdahulu serta tren yang mereka anggap monoton.
Lahirnya gerakan-gerakan ini, menerus hingga kelak munculnya gaya internasional serta berdirinya menara-menara high-rise di akhir abad ke-20, tidak lain adalah dampak berkelanjutan dari pemahaman tentang kehidupan modern. Bahkan mungkin hingga kini pun, semangat untuk berlomba-lomba menjadi yang terdepan di dunia, termasuk segala kekuatan politik yang menyertainya, adalah merupakan sisa dari gelombang modernisme yang masih kekal kita rasakan.
References
Encyclopedia of Arts and Design. (n.d.). 20th Century Architecture. Retrieved from Twentieth Century Architecture: http://www.visual-arts-cork.com/architecture/twentieth-century.htm
Marinetti, F. T. (1971). The Foundation and Manifesto of Futurism. In Marinetti's Selected Writings. London.
Simmel, G. (1950). The Metropolis and Mental Life (1902-03). In The Sociology of Georg Simmel. Glencoe.